Urusan Laut Jangan Dibawa ke Darat

107934_fRecently, the existence of Islam has been described as a violent and frightening religion. Strangely, the people who describe it are those who claimed to be muslims. As human who always try to think, I often ask myself, is it the right way?

As far as I know, islam is a peaceful and soothing religion. Our role model, the prophet Muhammad never taught us to behave rudely.

In this blog post, I want to share information and recommend a good book to read, namely “Urusan Laut Jangan Dibawa Ke Darat”,  written by Emha Ainun Najib.

I hope this book can open your mind that islam is not a rigid religion and our lives need jokes to be happy and make others happy.

The book contains, as follows:
Kata Pengantar
Daftar isi
Ya Allah, Urusan Laut Jangan Dibawa ke Darat
Yang penting bukan ABRI
Anggota yang Kreatif
Ya Allah, Sampeyan Maha Kaya
Beli Semangka Ada Bonusnya
Beli Semangka Jangan Sampai Jatuh
Dilarang Mengeluarkan Anggota Badan
Penjual Buah di Stasiun Kereta Api
Kisah Humor Penjual Salak
Naluri Dagang Orang Madura
Begal dan Pelupa
Nu atau Muhammadiyah
Mengejar Ikan di Laut
Cak Nun Dikerjai Gus Dur
Cak Nun Mengerjai Gus Dur
Lahhirnya Cak Nun
Peluncuran Buku Mahfud MD
Menolong Sesama Muslim
Cerita Cak Nun Ngambek Saat Kecil
Cak Nun Ngerepoti Malaikat
Cak Nun Bikin Jin Ketawa
Orang Madura dan Mic Portable
Menolong Tak Mengenal Identitas
Penghuni Neraka yang Dimasukkan ke dalam Surga
Allah Maha Penyembuh
Orang Madura Membius Malaikat
Pak Habibie Debat Dengan Santri Madura
Sabrang Diganggu Makhluk Halus
Cak Nun yang Rewel
Pesawat Tujuan Surabaya
Sumber Tulisan
Tentang Penulis

Reference:
Emha Ainun Najib
Urusan Laut Jangan Dibawa ke Darat
Penyunting: Albi Kustaman dan Julian Ardhiyanto
Yogyakarta: Narasi

Di Balik Pesona Surga

20319492Siapa bilang novel yang bukan bergenre romantis atau yang berbau cinta-cintaan tidak menarik?
Baru-baru ini saya telah menyelesaikan membaca satu novel karangan Pak Arif YS. Novel ini sangat bagus menurut saya. Novel ini juga syarat akan nuansa-nuansa agama.
Dalam buku ini, tidak sedikitpun diangkat kisah-kisa percintaan sepasang anak manusia. Mungkin hal itu yang membuat saya sangat terpesona dengan buku ini. Salah satu yang menarik dan ditonjolkan dalam buku ini menurut saya yaitu, kisah seorang lelaki bernama Andi yang belajar dan berjuang menjalani hidup untuk mencari sebuah jawaban mengenai konsep surga.
Awal cerita dari novel ini diawali dengan perjuangan Andi untuk menemui ibunya yang sedang sakit keras di Rembang. Sebelum pergi, Andi meminta izin dengan istrinya dan anak-anaknya. Andipun diantar dengan sang istri ke stasiun kereta Bekasi. (satu pelajaran yang saya dapatkan dari bagian ini. Meskipun Andi seorang kepala rumah tangga, namun ia tetap berpamitan dengan istrinya. Begitupun sebaliknya, sesibuk apapun istri Andi mengurus rumah tangga, ia tetap mengantar suaminya yang akan berangkat meninggalkannya sejenak)
Sesampainya di Rembang, Andi harus berjuang lagi menggunakan kendaraan roda empat untuk sampai ke rumah saki, tempat ibunya dirawat. Ketika sampai di rumah sakit dan melihat ibunya, Andi sangat bersedih, karena sudah lama ia tidak bertemu dengan ibunya. Ketika mendekati ibunya yang telah terbujur lemas dan tidak sadarkan diri, terlintas sedikit kekecewaan dalam diri Andi. Ia merasa demi mencari sebuah surga, ia rela meninggalkan semua kebahagiaan dunia yang pernah ia dapatkan, berupa pekerjaan, beassiwa, bahkan orangtua. Hingga akhirnya setelah menikah, ia membawa istri dan anak-anaknya menetap di Bekasi.
Andi telah tergiur oleh pesona surga yang dijanjikan oleh sebuah pesantren. Ia mengira bahwa pesona surga itu ada di suatu tempat bernama pesantren Al-Huda, yang mungkin secara umum jika mendengar kata pesantren, pikiran kita akan mengarah pada tempat yang Islami serta nilai-nilai kebaikan di dalamnya. Namun, hal itu tidak berlaku pada kehidupan Andi. Setelah berhasil masuk ke pesantren yang ia impikan itu, ia malah menemukan ketidakadilan didalamnya. Dan karena itu pula ia terus bertanya mengenai konsep surga yang sebenarnya yang ia belum juga dapatkan.
Melalui buku ini, setidaknya saya mengerti bahwa, Seseorang yang rajin ke masjid, tidak menjamin dirinya masuk surga, namun pergi ke masjid dengan rajin merupakan salah satu cara masuk surga. Seseorang yang rajin bersedekah, tidak menjamin sedekahnya akan menolongnya, namun rajin sedekah merupakan salah satu cara terhindar dari api neraka. Tidak ada manusia yang sempurna. Kalimat itu benar dan nyata terjadi. Meskipun seluruh kebaikan telah dilakukan jika niatnya ingkar sedari awal, maka hanya dosa yang didapatkan.
saya mengutip salah satu puisi dalam Novel ini yang sangat menyentuh hati:

Waktu berjalan meninggalkan masa silam
Rotasi kehidupan berputar bagai siang dan malam.
Rintih menindih, haru menderu, senang melenggang menutup kelam
Terang benderang, cahaya bersinar menerang alam.
Sesal kecewa menghias ragam dinamika
Mawas diri dan waspada tindakan bijaksana
Sekedar tengok ke belakang sebagai wacana
Tatap ke depan pastikan langkah menempuh asa
Jauhi dosa dan hindari tindakan tercela
Titi jalan Tuhanmu ikuti Rasul pembawa berita
Pantang menyerah halang rintang yang menerpa
Terus berkarya tuk mengabdi kepada yang Esa

Takbir Rindu di Istanbul

cover-buku-takbir-rindu-di-istanbul

Judul Buku : Takbir Rindu di Istanbul
Penulis: Pujia Achmad
Penerbit: Puspa Populer
Genre: Novel Islami
Jumlah Halaman: 324 Halaman
Terbit: Cetakan pertama 2013
ISBN: 978-602-8290-9377

 

Jika itu masa lalu lupakanlah. Dan jika itu masa depan, maka jalanilah dengan sebahagia mungkin. Sepintas, kalimat ini mungkin sangat biasa bagi sebagian orang. Namun bagiku, kalimat itu layak mendeskripsikan secara umum cerita dalam novel TAKBIR RINDU di Istanbul. Salah satu novel yang dibuat oleh Pujia Achmad.

Kisah novel ini dimulai dari pertemuan seorang wanita berjilbab, yang cerdas dan solehah bernama Zaida dengan seorang pria penghafal Al-Quran, yang memilik paras tampan, cerdas serta soleh yaitu Ilham, yang tak lain teman Zaida ketika masih duduk di bangku kuliah. Pertemuan tersebut mengantarkan Ilham berani mendatangi rumah Zaidah dan ingin meminangnya.

Setelah pinangan sepihak itu terjadi, tanpa ada sepengetahuan dari kedua orang tua Ilham, Ilham pun berani menyampaikan perbuatannya tersebut terhadap kedua orang tuannya. Betapa terkejutnya kedua orang tua Ilham, mengetahui anak lelakinya yang akan mereka jodohkan dengan seorang wanita penghafal Al-Quran, yang juga anak seorang ustaz terkenal, telah meminang wanita lain tanpa sepengetahuannya. Kedua orang tua Ilham sangat kecewa dengan anaknya itu, terlebih ibu Ilham yang mendambakan anak lelakinya itu mendapatkan istri seorang hafizah.

Zaidah, yang tengah ingin mengembalikan buku sahabatnya, tak sengaja penguping pembicaraan  mengenai dirnya yang tak diinginkan oleh ibu Ilham untuk mendampingi putranya. Betapa remuknya hati Zaidah setelah mendengarnya, ia pun pulang kerumah dan menangis, mengadu pada ibunya. Zaida lalu memutuskan tanpa ragu untuk menolak pinangan Ilham melalui sebuah surat yang ia kirim.

Semenjak penolakan itu, Zaida mulai memperbaiki kehidupannya yang sempat hancur. Ia lalu berusaha menjadi seorang hafizah dengan masuk di sekolah penghafal Al-Quran. Namun sayang, ia gagal menjadi seorang hafizah karena tak mampu mengikuti ujian, sehingga ia di keluarkan dari sekolah tersebut. Zaidah mulai merasa bahwa masalah bertubi-tubi menghampirinya. Habis gelap terbitlah terang, pepatah itu pantas disematkan pada Zaida. Sebuah kabar gembira menghampirinya, Zaida lulus mendapatkan beasiswa S2-nya di Belanda. Negara yang sangat ia mimpikan. Ia pun menerima beasiswa itu dan berangkat ke Belanda.

Setelah beberapa lama kuliah di Belanda, Zaida bertemu dengan seorang pria yang rupawan, baik, soleh dan penghafal Al-Quran di salah satu acara kampus. Dialah Salman, yang mampu membuat detak jantung Zaidah kembali berdetak merasakan cinta yang pernah ia rasakan terhadap Ilham. Namun, Zaida harus mengubur perasaanya terhadap Salman, karena ia mengetahui bahwa sahabatnya Putri, yang baik dan seorang hafizahlah yang pantas mendampingi Salman.

Jika jodoh, maka tak akan lari kemana.

Putri memberi tahukan Zaida bahwa Salman akan datang bersama ayah, ibu dan adiknya ke Belanda, namun Putri tak dapat menemani mereka, sehingga ia meminta Zaidah yang menemani mereka melihat-lihat keadaan negara Belanda.

Zaidah pun bertemu dengan Salman dan keluarganya, betapa kagetnya Zaidah, ketika ayah Salman mengatakan bahwa mereka bermaksud untuk melamarnya menjadi pendamping Salman sebagai istrinya. Zaidah tak menyangka, ternyata Salman juga menyukainya. Setelah memikirkan baik-baik, dan menanyakan pada ibunya, Zaidah memutuskan menerima lamaran Salman. Zaidah lalu menikah dengan Salman di Belanda.

Setelah pernikahannya, Salman memutuskan pindah ke Belanda menemani istrinya yang sedang menempuh S2-nya. Di Belanda, Salman bekerja di salah satu perusahaan besar milik teman ayahnya. Setelah mengarungi kehidupan bersama sebagai suami istri, rumah tangga Salman dan Zaidah diuji melalui pekerjaan Salman. Seorang wanita Belanda, anak pemilik perusahaan tempat Salman bekerja, ternyata menyukai Salman. Wanita Belanda itu selalu meperhatikan Salman, dan merayu Salman. Salman yang tak suka dengan perlakuan wanita itu terhadapnya, memutuskan untuk berhenti dan keluar dari kantor itu. Salman ingin menjaga hati istrinya dan menjaga kerukunan rumah tangganya.

Krisis ekonomi dalam keluarga Salman dan Zaida mulai terjadi, semenjak Salman keluar dari kantor itu. Salman mulai bingung harus bekerja di mana, lamaran telah ia masukkan di sana-sini, namun hasilnya tetap sama ia tidak mendapatkan pekerjaan. Zaida istri Salman, tetap setia mendampingi suaminya itu  dalam kesusahan. Zaidah yang tengah hamil itu, mendapat sebuah kertas berisi lamaran kerja untuk profesi suaminya yaitu dokter. Betapa senangnya mereka berdua, Salman pun mengirimkan lamarannya, dan ia diterima.

Semenjak bekerja di kantor barunya, ekonomi keluarga Salman mulai membaik, Salman sudah mampu membiayai persalian anak pertamanya yang ia beri nama Sava.

Ditengah-tengah pekerjaannya, Salman ditugasi untuk melakukan penelitian di Turki dengan rombongan para dokter. Sebelum berangkat ia tak sengaja melihat istrinya dengan seorang pria di Lobi Hotel. Salman ingin menegur istrinya, namun ia didesak untuk berangkat ke Turki. Dengan perasaan curiga Salman ke Turki.

Zaida yang gelisa menunggu Salman yang tak pulang beberapa hari dan tanpa informasi,  lalu menghubungi teman kantor Salman. Ia tak menyangka suaminya berangkat ke Turki tanpa memberitahukannya, hingga akhirnya Zaida memberanikan diri membawa Sava dan pergi menyusul suaminya ke Turki.

Sesampainya di Turki, Zaidah tak menemukan titik terang untuk menemukan suaminya. Ia lalu masuk ke sebuah masjid di Istanbul dan menangis sembari mengadu kepada Allah tentang kesalahpahaman yang tengah terjadi di dalam keluarganya. Suara takbir yang indah merasuki sukma Zaida, dan disaksikan oleh langit-langit masjid Istanbul. Zaida berserah diri kepada Allah. Di samping penyerahan dirinya pada Allah mengenai masalahnya dengan suaminya, Zaida kembali diberikan ujian oleh Allah melalui pertemuannya dengan Ilham beserta istrinya. Masa lalu mereka kembali menari-nari di memori keduanya dan memaksanya mengembalikan semua kenangan pahit yang pernah terjadi.

Bagi saya, novel ini wajib dibaca oleh semua orang khususnya kalangan muda ditengah banyaknya perubahan yang bertentangan dengan syariat agama islam. Buku ini hadir dengan menggambarkan bagaimana seharusnya manusia memanfaatkan waktu mudanya dengan sebaik-baik mungkin, dan bagaimana seharusnya ikhwan dan akhwat memelihara kesuciannya dengan tidak melanggar ketentuan agama dalam urusan asmara. Kisah Zaidah yang begitu panjang dalam novel ini memberikan kita pahaman akan proses hidup perjuangan Zaidah yang tak pernah berhenti berusaha menganggapai cita-cita, dan selalu menjadikan doa sebagai tempat pengaduan terbaik.